KRONIKA DESA TERTINGGAL:
Desa Pinggir Waduk Yang
Bergerak
Oleh: Emil E. Elip
Sekitar 13 tahun yang
lalu masyarakat desa ini tidak ada yang berani bermimpi bahwa desanya akan
lebih makmur dan dikunjungi banyak orang untuk berwisata di tepi waduk. Tidak ada yang mengira bahwa desa Tiwingan
lama (Kec. Aranio, Kab. Banjar, Kalimantan Selatan), yang terletak agak
dipedalaman ini, akan menjadi desa wisata yang dikunjungi banyak orang serta
memiliki PADesa (Pendapatan Asli Desa) yang cukup banyak dan berkembang
berbagai kegiatan yang dapat mendukung penghasilan penduduknya.
Dibelakang salah satu warung, menghadap danau |
Saya beruntung memiliki kesempatan untuk mengunjungi desa ini pada Mei 2016 ketika saya membantu Direktorat Fasilitasi Keuangan dan Aset Pemerintahan Desa, Ditjen Pemerintahan Desa, Kemendagri, untuk melakukan monitoring dan evaluasi PADesa. Desa Tiwingan lama yang
sekarang merupakan desa relokasi karena desa lama ditenggelamkan untuk
kebutuhan waduk pengairan dan pembangkit tenaga listri wilayah Kab.
Banjar. Jadinya desa ini sekarang adalah
desa tepi waduk/bendungan dan memiliki tempat yang asri serta indah karena
berada di salah satu taman nasional dan perhutani.
Leadership
pembangunan yang tulus
Adalah
seorang kepala desa yang baru yang melihat potensi yang ada dan ingin
keluar dari kesulitan-kesulitan pembangunan karena kondisi sebagai desa
relokasi. Bisa dibayangkan betapa beratnya gerakan dan semangat yang dimiliki
untuk mengajak masyarakat relokasi untuk “bergerak”. Psikologi masyarakat
relokasi umumnya adalah psikologi yang mandeg, enggan melangkah, terjerembab
dalam semangat “sudah begini sajalah,
yang penting masih bisa cari makan”.
Ide yang ingin dikembangkan oleh sang kepala
desa itu adalah “desa wisata” tepi waduk. Ide itu awalnya ditentang banyak
pihak karena dianggap memungkinkan munculnya “tempat mesum”. Maklum masyarakat
Banjar adalah masyarakat yang memiliki tinkat religiusitas Muslim yang
mendalam. Kepala desa berjanji bahwa hal itu akan diatasi dengan baik. Rupa-rupanya
masyarakat desa mampu menangkap ide yang memiliki harapan itu. Di sisi lain,
nampaknya masyarakat juga menangkat sinyal energi positif yang tulus dan terus
disosialisasikan oleh sang kepala desa.
View yg cukup apik. Dibelakang sana terdapat home-stay |
Maka kemudian muncullah rumah makan-rumah makan
tepi waduk, penyewaan perahu-perahu wisata, jalan-jalan akses ke lokasi
diperbaiki, kemudian berkembang tempat pelelangan ikan, dan kemudian muncul
dimana masyarakat mulai membangun home-stay. Meskipun saat ini hasil PADesa
belum mencapai 10% dari Pendapatan Desa, kepala desa optimis bahwa penghasilan
PADesa akan terus meningkat karena pungutan terhadap obyek-obyek wisata sudah
di Perdeskan. Hebatnya lagi, sebagian dari PADesa tersebut sudah dialokasikan
untuk menyantuni janda-janda miskin dan anak-anak yang keluarganya merasa sulit
membiayai biayai sekolah.
Kini Desa Tiwingan Lama memiliki sumber-sumber penghasilan dari (a) Penjualan tiket perahu wisata waduk/danau; (b) Retribusi parkir para pengunjung lokasi wisata; (c) Retribusi Tempat Penjuatan Ikan. Sementara masyarakat memiliki peluang usaha seperti membuka warung dan restoran tepi danau, membuka home-stay, memandu tracking naik bukit disekitar desa, dll. Hasilnya memang belum maksimal, tetapi banyak rencana yang ingin dikembangkan ke depan.
Pendapatan Desa adalah semua pemasukan berupa uang ke rekening Kas Desa, yang sebagian besar didominasi oleh Transfer Dana Desa (APBN Pusat), Pembagian Pajak dan Retribusi Daerah (APBD Provinsi dan atau Kabupaten), Dana Bantuan lain dari kabupaten dan provinsi, serta dana bantuan pihak ke tiga yang sah. Sementara PADesa, pada prinsipnya, adalah dana penghasilan yang diusahakan sendiri atas inisiatif pemerintah desa dan atau bersama masyarakat, dengan memanfaatkan aset dan kekayaan desa, atau sumber-sumber dana transfer yang ada sejauh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebagai sebuah desa terpencil, apa yang sudah dilakukan desa ini boleh diacungi jempol sementara desa lain dengan pendapatan dana transfer dari pusat dan daerah yang lebih besar, tidak mampu membuat apa-apa demi perkembangan kemandirian desa. Membangun kepala desa memiliki leadership matang dan mumpuni nampaknya menjadi jauh lebih urgent, apalagi untuk desa tertinggal dan terpencil. Menggelontorkan banyak uang ke desa bukan satu-satunya jaminan desa menjadi memiliki inisiatif. Melesetnya...bisa-bisa malah menimbulkan para "pencuri" dan "koruptor" yang ampuh di desa.
Kini Desa Tiwingan Lama memiliki sumber-sumber penghasilan dari (a) Penjualan tiket perahu wisata waduk/danau; (b) Retribusi parkir para pengunjung lokasi wisata; (c) Retribusi Tempat Penjuatan Ikan. Sementara masyarakat memiliki peluang usaha seperti membuka warung dan restoran tepi danau, membuka home-stay, memandu tracking naik bukit disekitar desa, dll. Hasilnya memang belum maksimal, tetapi banyak rencana yang ingin dikembangkan ke depan.
Profil
PADesa di Region Kalimantan (Kalsel dan Kalbar)
Sumber: Data APBDes 2015
dari desa-desa yang di monitoring dan evaluasi (laporan)
Pendapatan Desa adalah semua pemasukan berupa uang ke rekening Kas Desa, yang sebagian besar didominasi oleh Transfer Dana Desa (APBN Pusat), Pembagian Pajak dan Retribusi Daerah (APBD Provinsi dan atau Kabupaten), Dana Bantuan lain dari kabupaten dan provinsi, serta dana bantuan pihak ke tiga yang sah. Sementara PADesa, pada prinsipnya, adalah dana penghasilan yang diusahakan sendiri atas inisiatif pemerintah desa dan atau bersama masyarakat, dengan memanfaatkan aset dan kekayaan desa, atau sumber-sumber dana transfer yang ada sejauh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebagai sebuah desa terpencil, apa yang sudah dilakukan desa ini boleh diacungi jempol sementara desa lain dengan pendapatan dana transfer dari pusat dan daerah yang lebih besar, tidak mampu membuat apa-apa demi perkembangan kemandirian desa. Membangun kepala desa memiliki leadership matang dan mumpuni nampaknya menjadi jauh lebih urgent, apalagi untuk desa tertinggal dan terpencil. Menggelontorkan banyak uang ke desa bukan satu-satunya jaminan desa menjadi memiliki inisiatif. Melesetnya...bisa-bisa malah menimbulkan para "pencuri" dan "koruptor" yang ampuh di desa.
Kepemerintahan
sederhana, tapi bekerja!
Mungkin bisa Anda bayangkan, tidak banyak orang
berpendidikan tinggi di Desa Tiwingan Lama yang jauh dari kota kabupaten
Banjar, Kalimantan Selatan ini. Ya, itu benar. Kehidupan ekonomi yang belum
lama stabil, bekas desa relokasi, jauh di tengah Taman Nasional, membuat mereka
sulit mendapatkan akses pendidikan. Rata-rata perangkat desa masih muda usia,
hanyalah lulusan SMP dan SMA. Sang kepala desa relatif sudah tua, dan mungkin
hanya lulusan SMP.
Saya kini relatif percaya, bahwa untuk ukuran
level desa yang terpencil seperti desa Tiwingan Lama, pendidikan menjadi nomor ke sekian jika dikaitkan kebutuhan untuk perangkat desa. Ketulusan dan mau bekerja keras, entah hanya lulusan SMA, itu sudah sangat cukup. Ini sudah dibuktikan oleh perangkat desa Tiwingan Lama yang rata-rata masih sangat muda. Dalam kepemimpinn/leadership kepala desa yang baik, anak-anak muda ini bekerja dengan dedikasi tinggi. Semua demi membangun desa.
Desa mereka sendiri. (666)
Desa mereka sendiri. (666)