Sunday, April 8, 2018

Prune Customary Young Merirage in Lombok



Pohon Perkawinan:

“Memangkas Adat Perkawinan Usia Dini”

(Desa Dasan Tapen, Kec. Gerung, Lombok Barat)

Oleh: Emil E. Elip

Sejak Kepala Desa Tapen menerapkan kebijakan desa “Pohon Perkawinan” untuk setiap pasangan yang akan kawin pada tahun 2014, perkawinan usia dini didesa ini cenderung menurun dari tahun ke tahun. Tahun 2017 angka pasangan perkawinan usia dini adalah “zero”. Dampanya cukup meluas....

Desa Tapen
Desa Tapen tipikal desa dataran dengan dominasi areal pertanian sawah dan palawija. Letaknya kira-kira di pinggiran Kec. Gerung, dimana kecamatan ini merupakan Ibu Kota dari Kab. Lombok Barat. Luas Desa Tapen + 20,11 Km2, dengan jumlah KK sekitar 1.734 KK, total penduduknya sekitar 7.000 jiwa. Desa ini terdiri atas 7 dusun, sebagian besar penduduknya adalah muslim dengan mata pencaharian terbesar yaitu petani palawija.

Kantor Desa Dasan Tapen (Dok. Elip-GSC)


Menurut Kepala Desa dan beberapa kader posyandu, Desa Tapen dan banyak desa lain di Pulau Lombok, memiliki kebiasaan adat perkawinan usia dini. Rata-rata para gadis dikawinkan sejak dia mendapatkan menstruasi pertama kali, dengan usia antara 12 – 15 tahun. Oleh karena perkawinan ini sangat bersifat nuansa adat dan menyalahi aturan pemerintah mengenai batas umur calon pengantin yang dianjurkan, maka hampir semua peristiwa “perkawinan dini” tersebut dilakukan secara adat dan tidak melalui prosedur resmi negara atau tidak tercatat dalam KUA.

Kasus-kasus gangguan proses melahirkan, kasus bayi lahir mati atau ibu si bayi meninggal saat melahir....jaman dulu sebelum tahun 2010-an sangat tinggi”, kata beberapa kader posyandu. Proses pemantau kesehatan ibu dan bayi saat kehamilan sulit dilakukan oleh kader dan Puskesmas karena para pasangan usia dini dan orangtuanya cenderung memeriksakan proses kehamilan itu ke dukun bayi. Hanya ketika gangguan proses kelahiran itu sangat parah baru mereka melapor ke kader posyandu atau ke dokter puskesmas. Pada saat itu, menurut perkiraan kader-kader tua, ada sekitar 12 dukun bayi. Saat ini (2017) hanya tinggal 2 orang, itupun mereka sudah terintegrasi dalam bimbingan kaderposyandu dan Puskesmas. Dengan demikian berarti tidak ada regenerasi dukun bayi sejak program kesehatan pemerintah semakin gencar dilaksanakan.

Dari dokter puskesmas Kec. Tapen diketahui bahwa usia perempuan antara 10 – 15 tahun, secara fisik dan bilogis, memang belum siap untuk terbebani oleh proses kehamilan dan melahirkan. Belum lagi secara adat banyak pantangan, termasuk pantangan makanan tertentu, yang tidak boleh dimakan oleh ibu yang sedang hamil. Sementara mungkin sekali makanan yang dipantang itu sesungguhnya memiliki potensi yang sangat membantu kesehatan ibu dalam masa kehamilan. Ibu yang sedang dalam masa hamil membutuhkan makanan dengan kandungan zat besi (Fe) yang tinggi, jika mereka tidak memeriksakan kehamilan secara rutin maka akan besar kemungkinan tidak mendapatkan asupan Fe secara memadai. Maka sangat mungkin dia akan mengalami resiko kehamilan dan proses melahirkan yang berat.

Program Kesehatan di Tapen

Focuss Group Discussion dengan para kader, perangkat desa, dan tokoh masyarakat (Dok. Elip-GSC)
Sejak tahun 2007 Desa Tapen sesungguhnya sudah cukup gencar menggalakkan posyandu meskipun pada waktu itu masih bersifat posyandu pemula dengan rata-rata hanya 1 meja, dari 6 posyandu yang ada di desa. Tahun 2007 akhir desa ini mulai memiliki polindes. Tahun 2009 kegiatan kesehatan masyarakat mulai gencar dimana bentuk posyandu sudah mulai dengan 5 meja. Tahun 20014 seiring dengan masuknya program Generasi Sehat Cerdas (program nasional pemberdayaan kesehatan masyarakat), kegiatan kesehatan masyarakat tumbuh cukup menggeliat dengan berbagai kegiatan seperti PMT ibu hamil, PMT anak balita, rehab dan pengadaan gedung posyandu, pelatihan kader posyandu, pemeriksaan balita dan kesehatan ibu hamil di posyandu, dll.

Suatu hal yang menarik yang terjadi di desa Tapen adalah adanya Perdes (Peraturan Desa) tentang “Pohon Perkawinan”, yang digagas oleh Kepala Desa Tapen dengan tujuan utama mengurangi secara signifikan kasus perkawinan usia dini, memberikan pelayanan yang tepat kepada ibu hamil dan pasangan usia subur, serta meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan reproduksi dan persiapan para pasangan perkawinan. 

Survei dan wawancara kepada ibu-ibu hamil dan ibu memiliki balita (Dok. Elip-GSC)

Kebijakan Pohon Perkawinan, mensyaratkan bahwa setiap pasangan yang akan merencanakan perkawinan harus dipastikan bahwa umur mereka adalah umur yang mencukupi sebagai pasangan perkawinan. Mereka yang akan melakukan pernikahan diwajibkan menanam pohon dan memliharanya. Begitu pula setelah pasangan tersebut melahirkan anak, maka ada program yang disebut Pohon Kelahiran, dimana pasangan tersebut harus menanam lagi 2 pohon setelah anak mereka lahir. Pohon-pohon tersebut harus dipelihara, dan perkembangannya dipantau oleh para kadus. Pasangan-pasangan Pohon Perkawinan tersebut harus terintegrasi dengan program posyandu. Mereka juga diperiksa dan didata golongan darah mereka, sehingga akhirnya desa Tapen memiliki data golongan darah penduduknya by name, by address, dan by phone. Hal ini penting untuk mengantisipasi kebutuhan darah pada saat ada kasus-kasus kelahiran yang membutuhkan darah.

Data base golongan darah ini ternyata sangat bermanfaat bagi kehidupan gotong-royong dan kesetiakawanan sosial, dimana setiap ada kebutuhan darah bagi penduduk Tapen yang sakit atau ibu yang akan melahirkan, maka daftar penyumbang darah sudah dapat didata dan diidentifikasi secara cepat.

Seiring dengan makin gencarnya program Generasi Sehat Cerdas (GSC), serta melalui balai penyuluhan terpadu yang dibangun oleh pemerintah desa, kini menurut para kader, kasus-kasus pernikahan dini dan pernikahan siri jauh berkurang dibanding sebelum tahun 2014-an. Dengan kata lain terjadi pendewasaan usia pra nikah, dan dengan demikian mengurangi pula kemungkinan-kemungkinan terjadinya gangguan reproduksi dan gangguan kehamilan usia dini. Itu pula salah satunya yang menyebabkan menurunnya angka kematian bayi lahir di desa tersebut secara drastis sejak 2014 sampai sekarang..

Penghargaan dan Perubahan Derajat Kesehatan Ibu Hamil dan Balita
Tahun 2014 desa Dasan Tapen mendapatkan penghargaan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat sebagai “desa peduli kesehatan”. Hal ini disebabkan bahwa sejak tahun 2007 desa Tapen sudah menunjukkan kepeduliannya yang besar dengan program yang inovatif di bidang kesehatan terutama untuk ibu hamil, bayi, dan balita, merintis pendirian posyandu dan polindes, serta dikembangkannya Pohon Perkawinan dan Pohon Kelahiran.

Komitmen pemerintah desa Dasan Tapen yang bagus terhadap bidang kesehatan sejak tahun 2007 dengan perintisan posyandu dan polides, diikuti dengan program pohon perkawinan dan pohon kelahiran, serta masuknya GSC Mandiri sejak 2010, membawa perubahan yang cukup signifikan pada bisang kesehetan umumnya, khususnya terkait penyiapan masa perkawinan, pelayanan kesehatan ibu hamil, bayi, dan anak balita. Paling tidak kini sudah sangat berkurang perkawinan dini dan semakin berkurangnya gangguan resiko kehamilan dan proses melahirkan bagi ibu-ibu di Desa Tapen.

Disampaikan oleh para bidan bahwa pelayanan posyandu juga mengalami perbaikan yang sangat signifikan sejak tahun 2010, dimana meja pelayanan sudah mencapai 5 meja. Para nakes puskesmas yang datang ke desa juga lengkap. Rata-rata ibu yang datang ke posyandu mencapai 90% bahkan di musim-musim tanam dan panen. Kalau para ibu tidak datang ke posyandu, kader-kader bahkan melakukan swipping ke rumah-rumah  para ibu yang terdeteksi jarang atau kurang disiplin datang ke posyandu.

Angka kemayian bayi lahir sangat kecil atau hampir “zero” sejak 2015. Begitu pula gangguan-dan komplikasi saat kehamilan juga bisa ditekan menjadi hanya sedikit kasus oleh karena adanya kelas ibu hamil yang dilaksanakan melalui Balai Penyuluhan Terpadu yang dimiliki desa. Para kader juga sering mendapatkan pelatihan baik dari pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan maupun yang langsung dibawah koordinasi kegiatan GSC. [Elip-369]